Pahlawan yang Terlupakan
Wajahnya masih memancarkan semangat juang meski ia kini berusia senja. Jalannya juga masih gagah menunjukkan ia adalah prajurit sejati.Saat berbicara, suaranya masih lantang walau agak gemetar. Tak banyak orang mengetahui siapa ia. Ternyata ia adalah Ilyas Karim, sang pengerek bendera pusaka saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Siapa nyana pengalaman Ilyas Karim mengenai detik-detik yang mendebarkan 66 tahun lalu itu ia kisahkan di acara Democrazy di Metro TV pada Minggu (14/8/2011). Acara parodi politik khas anak-anak muda itu ternyata juga dapat menggugah hati kita agar, mengutip ucapan Bung Karno,“Jangan sekali- kali melupakan sejarah.”
Secara gamblang Ilyas mengisahkan bagaimana ia bisa menjadi pengerek pertama bendera pusaka yang dijahit tangan ibu negara kita yang pertama, Fatmawati. Pada malam 16 Agustus 1945 para pemuda yang bermarkas di Menteng Raya 31, Gedung Juang sekarang, diberi tahu oleh pimpinan mereka, Chaerul Saleh, agar pagi hari siap-siap berangkat ke rumah Ir Soekarno di Pegangsaan Timur 56.
Jalan dari Menteng ke Pegangsaan Timur tidaklah terlalu jauh, sekitar 3 km. Sesampainya mereka di rumah itu, alangkah kagetnya Ilyas karena mendapatkan tugas untuk menaikkan bendera pusaka diiringi lagu Indonesia Raya. Tugas menaikkan bendera pusaka itu ia lakukan tanpa latihan apa pun! Ini berbeda dengan para pengerek bendera pusaka di Istana Merdeka sekarang yang harus dilatih berminggu minggu.
Ada suatu yang lucu saat penaikan bendera itu. “Saat itu,” kata Ilyas,”Lagu Indonesia Raya belum selesai, sementara bendera sudah mencapai ujung tiang bendera. Akhirnya Ilyas langsung saja mengikat tali bendera sampai lagu Indonesia Raya selesai dinyanyikan.” Ilyas memang secara kebetulan ditugaskan oleh Sudanco Latief agar berdua dengan Sudanco Singgih menjadi pengerek bendera pusaka.
Namun, Ilyas berani memastikan, dirinya adalah pengerek bendera pusaka bercelana pendek itu. Jika benar ia pengerek bendera pusaka pertama, hati kita tentunya amat terenyuh, mengapa nasibnya begitu kelam.
Ilyas adalah satu contoh pahlawan yang terlupakan. Ada juga pahlawan-pahlawan lain yang diri atau keluarganya perlu mendapatkan perhatian, termasuk para tokoh masyarakat Irian Barat yang dulu menjadi pejuang Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat). Terlepas dari ada di antara mereka yang kemudian memberontak kepada Republik, pemberontakan itu hanyalah ungkapan kekecewaan mereka kepada pemerintah.
Wajahnya masih memancarkan semangat juang meski ia kini berusia senja. Jalannya juga masih gagah menunjukkan ia adalah prajurit sejati.Saat berbicara, suaranya masih lantang walau agak gemetar. Tak banyak orang mengetahui siapa ia. Ternyata ia adalah Ilyas Karim, sang pengerek bendera pusaka saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Siapa nyana pengalaman Ilyas Karim mengenai detik-detik yang mendebarkan 66 tahun lalu itu ia kisahkan di acara Democrazy di Metro TV pada Minggu (14/8/2011). Acara parodi politik khas anak-anak muda itu ternyata juga dapat menggugah hati kita agar, mengutip ucapan Bung Karno,“Jangan sekali- kali melupakan sejarah.”
Secara gamblang Ilyas mengisahkan bagaimana ia bisa menjadi pengerek pertama bendera pusaka yang dijahit tangan ibu negara kita yang pertama, Fatmawati. Pada malam 16 Agustus 1945 para pemuda yang bermarkas di Menteng Raya 31, Gedung Juang sekarang, diberi tahu oleh pimpinan mereka, Chaerul Saleh, agar pagi hari siap-siap berangkat ke rumah Ir Soekarno di Pegangsaan Timur 56.
Jalan dari Menteng ke Pegangsaan Timur tidaklah terlalu jauh, sekitar 3 km. Sesampainya mereka di rumah itu, alangkah kagetnya Ilyas karena mendapatkan tugas untuk menaikkan bendera pusaka diiringi lagu Indonesia Raya. Tugas menaikkan bendera pusaka itu ia lakukan tanpa latihan apa pun! Ini berbeda dengan para pengerek bendera pusaka di Istana Merdeka sekarang yang harus dilatih berminggu minggu.
Ada suatu yang lucu saat penaikan bendera itu. “Saat itu,” kata Ilyas,”Lagu Indonesia Raya belum selesai, sementara bendera sudah mencapai ujung tiang bendera. Akhirnya Ilyas langsung saja mengikat tali bendera sampai lagu Indonesia Raya selesai dinyanyikan.” Ilyas memang secara kebetulan ditugaskan oleh Sudanco Latief agar berdua dengan Sudanco Singgih menjadi pengerek bendera pusaka.
Namun, Ilyas berani memastikan, dirinya adalah pengerek bendera pusaka bercelana pendek itu. Jika benar ia pengerek bendera pusaka pertama, hati kita tentunya amat terenyuh, mengapa nasibnya begitu kelam.
Ilyas adalah satu contoh pahlawan yang terlupakan. Ada juga pahlawan-pahlawan lain yang diri atau keluarganya perlu mendapatkan perhatian, termasuk para tokoh masyarakat Irian Barat yang dulu menjadi pejuang Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat). Terlepas dari ada di antara mereka yang kemudian memberontak kepada Republik, pemberontakan itu hanyalah ungkapan kekecewaan mereka kepada pemerintah.
sumber: true story